PENERAPAN PENGUKURAN
KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD STUDI KASUS PADA
PT. VINISTAR CULLINARY
Customer
and financial
perspectives
have
interconnected
relationships,
where
customers have the
capability
element
in advancing the
company in the
financial
side
as a source of
income from
its operations.
Customer's perspective
at least
affect
the financial
perspective
with
customer behavior
itself
in creating
value
for
assessing the
company's activities.
Customer perspective
is a reflection
of
the success
or
failure
of
what he has done
two
previous
perspectives
and the impact
of
success or
failure of
the customer's perspective
is the success
or
failure
in
the financial
perspective.
Research conducted case study method
using a data company in 2008 and 2009.From research result can be concluded
that the customer perspective PT Vinstar Culinary itself considered to be less
successful in increasing the number of customers. In the financial perspective
All results of performance measurement in the end have an impact on corporate
financial performance. Based on the results of measurement of sales, PT
Vinistar Culinary increased by 0.182%. While the Balanced Scorecard method
itself has not been fully used by the company, as seen from the performance
that has not been quite significant
The purpose
of this study is to measure the financial performance of companies, namely PT
Vinistar Culinary using the Balanced Scorecard method and using a customer
perspective and financial perspective
Keywords: Balanced Scorecard, the
customer perspective, financial perspective.
PENDAHULUAN
Pengukuran kinerja yang sekarang ini banyak
dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja keuangan semata. Sebagai
patokan keberhasilan kinerja perusahaan. pengukuran yang biasa digunakan adalah
Return On Investment (ROI), Residual Income (RI), dan Economic Value Added (EVA). Alat
pengukur tersebut diakui memang merupakan alat penting bagi perusahaan dalam
menerapkan srategi perusahaan dan sesuai
dengan tujuan utama perusahaan, yaitu memaksimalkan nilai bagi pemiliknya. Akan
tetapi, alat pengukuran tersebut hanya memberikan gambaran tentang apa yang
telah terjadi dan sedang terjadi, namun tidak memberikan rencana perbaikan
kinerja di masa yang akan datang.
Untuk mengatasi keterbatasan pengukuran keuangan, melalui suatu proyek
riset yang panjang, Kaplan dan Norton (1996) memperkenalkan sistem pengukuran
kinerja Balanced Scorecard (BSC).
Sebagai suatu sistem, BSC mampu menerjemahkan visi, misi dan strategi
perusahaan ke dalam seperangkat kerangka kerja. Selain itu sebagai sistem BSC,
mampu melakukan pengukuran yang lebih komprehensif melalui tolok ukur yang difokuskan
menjadi empat perpektif, sehingga tindakan yang akan diambil oleh manajemen
akan menjadi lebih terarah.
Balanced
Scorecard ini
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional.
Ini sekaligus menjawab kebutuhan akan pengukuran kinerja yang baru.
PT Vinistar Culinary didirikan pada 7 November
2006 sebagai badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas dengan nomor
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.
W7-03820 HT.01.01-TH.2006 tanggal 18 Desember 2006 dan izin usaha sebagai
restoran dengan nomor pengesahan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 289/-1.858.22 periode 2010. Perusahaan ini
merupakan franchisee yang bekerja
sama dengan perusahaan franchiser PT Jesindo Patisserie untuk usaha makanan
dengan nama Eaton dan memiliki kegiatan utama menyajikan produk jadi dari
kantor pusat (franchiser) maupun
melalui pengolahan sendiri. Kegiatan operasional perusahaan dimulai pada 11
Januari 2007 dengan membuka tiga divisi, Kafe – divisi tersendiri PT Vinistar
Culinary - ditambah dengan Restoran dan Bakeri dengan menggunakan merek dagang
Eaton. Namun dalam perkembangannya, PT Vinistar Culinary tidak hanya memakai
nama Eaton sebagai label produknya, penambahan menu dan pembukaan divisi serta
penambahan cabang lainnya menjadi target PT Vinistar Culinary.
PT Vinistar Culinary memiliki
beberapa pesaing yang berbeda-beda dengan divisi yang ada diantaranya:
Pesaing Eaton Bakeri :
ü Eaton Pasifik
Place à
merupakan pesaing terberat internal sesama franchise
untuk Bakeri, sebab memiliki harga jual per satuan yang lebih rendah serta
mempunyai pemasaran untuk promo produk yang lebih leluasa di banding Eaton
Santa (ini merupakan cabang langsung dari franchiser)
ü Harvest à pesaing terberat untuk area Jl. Wolter Monginsidi, sebab
pemain lama dibidang usaha bakeri dan juga sudah memiliki pangsa pasarnya
tersendiri. Bermain dalam harga yang sangat jauh dibawah Eaton Bakeri, Harvest
mengandalkan dari bakeri dan kue tar yang banyak variasi plus harga memuaskan
bagi pelanggan.
Pesaing Eaton Restoran :
ü Mandala
Restoran à pesaing dalam industri restoran makanan oriental (cina
dan indonesia) dengan menu yang beragam dan porsi lebih banyak dibanding porsi
Eaton Santa. Variasi hidangan lebih beragam daripada Eaton Santa.
ü Han Gang
Restoran à pesaing untuk makanan asia lainnya, yaitu makanan korea.
Untuk harga lebih tinggi dari Eaton Restoran, namun variasi dan porsi lebih
besar sehingga kecenderungan pelanggan lebih memilih Han Gang.
Jajanan
Pasar Santa à lokasi makanan umum seperti foodcourt umumnya yang menawarkan
variasi makanan, harga dan lokasi yang strategis juga
Karena akibat dari bertambahnya para pesaing
tersebut mengakibatkan pangsa pertumbuhan yang terjadi pada PT. Vinistar
Cullinary menjadi menurun begitu pula dengan pangsa pelanggan yang biasa
berlangganan pada PT. Vinistar Cullinary
Atas uraian di atas, maka penulis tertarik
untuk mengukur kinerja PT Vinistar Culinary dengan menggunakan pendekatan BSC.
Karena kinerja keuangan merupakan dampak dari kepuasan pelanggan, maka penulis
hanya menganalisis hubungan antara perspektif pelanggan dan perspektif
keuangan. Dengan melihat permasalahan diatas penulis memberi judul untuk
penelitian ini “PENERAPAN PENGUKURAN
KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCOREDCARD” Studi kasus pada
PT. Vinistar Cullinary.
TINJAUAN
LITERATUR
Pengertian
Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton, (1996)
mendefinisikan Balanced Scorecard
sebagai berikut :
“The Balanced Scorecard is a new framework
for integrating measures drive from strategy. While retaining financial
measures of past performance the Balanced Scorecard introduces the drives of
future financial performance. The drives, encompassing customer, internal
business-process, and learning and growth perspective, are derived from an
explicit –
rigorious translation of the organization’s
strategy into tangible objectives and measures.”
Sedangkan
Niven (2001) mendefinisikan Balanced
Scorecard :
“... The Balanced Scorecard as a carefully
selected set of measures derived from an organization’s strategy. The measures
selected for the scorecard represent a tool for leaders to use in communicating
to employees and external stakeholders the outcome and performance drivers by
which organization will achieve its mission and strategic objectives.”
2.1
Keunggulan
Balanced Scorecard
Keunggulan
pendekatan Balanced Scorecard dalam
perencanaan stratejik menurut Mulyadi (2001, Hal.18) adalah mampu menghasilkan
rencana stratejik yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
Komprehensif
Balanced Scorecard mencakup perspektif yang komprehensif, yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,
serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
b.
Koheren.
Balanced Scorecard
mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran stratejik yang
dihasilkan dalam perencanaan stratejik. Setiap sasaran stratejik yang
ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan kausal dengan
sasaran keuangan.
c.
Seimbang.
Keseimbangan
sasaran stratejik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stratejik penting
untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
d.
Terukur
Balanced Scorecard
mengukur sasaran-sasaran stratejik yang sulit diukur. Sasaran-sasaran stratejik
di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur. Namun dengan
menggunakan pendekatan Balanced Scorecard,
sasaran di ketiga perpektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar
dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
Perspektif-perspektif
dalam Balanced Scorecard
Keunggulan
Balanced Scorecard
Keunggulan
pendekatan Balanced Scorecard dalam
perencanaan stratejik menurut Mulyadi (2001, Hal.18) adalah mampu menghasilkan
rencana stratejik yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
Komprehensif
Balanced Scorecard mencakup perspektif yang komprehensif, yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,
serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
b.
Koheren.
Balanced Scorecard
mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran stratejik yang
dihasilkan dalam perencanaan stratejik. Setiap sasaran stratejik yang
ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan kausal dengan
sasaran keuangan.
c.
Seimbang.
Keseimbangan
sasaran stratejik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stratejik penting
untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
d.
Terukur
Balanced Scorecard
mengukur sasaran-sasaran stratejik yang sulit diukur. Sasaran-sasaran stratejik
di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur. Namun dengan
menggunakan pendekatan Balanced Scorecard,
sasaran di ketiga perpektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar
dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
Perspektif-perspektif
dalam Balanced Scorecard
Kaplan
dan Norton (1996), menjelaskan perspektif-perspektif yang ada di dalam Balanced Scorecard, yaitu : perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan
perspektif pembelajaran dan pembelajaran.
1.
Perspektif Keuangan
Pengukuran
keuangan merupakan komponen penting dari Balanced
Scorecard terutama untuk profit
organization, karena setiap ukuran yang dipilih dari setiap perspektif
untuk Scorecard harus menjadi bagian dari hubungan sebab
akibat setiap perspektif, yang berakhir dalam sasaran keuangan, yang
mempresentasikan strategi organisasi. Ukuran pada perspektif ini
menginformasikan apakah eksekusi strategi organisasi, yang dirinci melalui
ukuran yang dipilih pada perspektif lain, mengarah pada adanya perbaikan.
2.
Perspektif Pelanggan
Perspektif
pelanggan mewakili sumber dari tujuan keuangan perusahaan, yaitu pendapatan.
Pelanggan adalah sumber pendapatan dalam perspektif keuangan. Semua sasaran
yang ditetapkan dalam perspektif keuangan akan tercapai apabila ada pelanggan
yang membeli dan menggunakan produk perusahaan.
Perspektif
pelanggan menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai
sasaran yang ada pada perspektif keuangan. Perspektif pelanggan memiliki dua
kelompok ukuran, yaitu Pengukuran inti (Core
Measurement) dan nilai pelanggan (Customer
Value Propositions).
Pengukuran
inti merupakan ukuran umum yang dimiliki setiap organisasi, yaitu peningkatan
pangsa pasar, peningkatan kepuasan pelanggan, dan peningkatan profitabilitas
pelanggan. Tujuan dari pengukuran inti hanya menjelaskan pangsa pasar yang
dibutuhkan dan cara untuk memperoleh pangsa pasar tersebut untuk memenuhi
sasaran pada perspektif keuangan.
Kaplan
dan Norton (1996), mengelompokkan pengukuran inti menjadi :
1.
Pangsa Pasar (Market Share)
Menurut
Kotler dan Amstrong (2004), pasar (market)
adalah sekumpulan dari pembeli (pelanggan) potensial dari suatu produk atau
jasa. Pelanggan dapat dikelompokkan ke dalam segmentasi tertentu berdasarkan
geografi, demografi, psikografi, dan prilaku. Penyusunan Balanced Scorecard pada perspektif pelanggan perlu menentukan
segmentasi tertentu yang akan menjadi target pemasaran produk. Pengelompokan
ini perlu dilakukan perusahaan agar lebih fokus dalam mengalokasikan sumberdaya
untuk membangun pangsa pasarnya, sehingga dapat memberikan hasil yang
diharapkan.
2.
Retensi Pelanggan (Customer Retention)
Retensi
pelanggan menunjukkan seberapa baik perusahan dalam mempertahankan
pelanggannya. Retensi pelanggan erat kaitan nya dengan kepuasan dan loyalitas
pelanggan (Kotler dan Amstrong, 2004).
Pelanggan yang puas, maka tingkat loyalitasnya akan bertambah. Pertambahan
tingkat loyalitas menunjukkan perusahaan mampu mempertahankan pelanggan yang
ada. Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya akan memengaruhi
kestabilan pangsa pasarnya. Dengan pangsa pasar yang stabil, perusahaan akan
lebih mudah meningkatkan pendapatannya, sehingga tujuan perspektif keuangan
akan lebih mudah dicapai.
3.
Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)
Pada
umumnya untuk menumbuhkan bisnis, perusahaan memiliki tujuan, yakni menambah
pelanggan baru yang menggunakan produk perusahaan. Semakin banyak pelanggan
baru yang digunakan untuk menggunakan produk perusahaan, akan memperbesar
pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan.
Dengan
adanya kombinasi yang baik antara retensi pelanggan dan akuisisi pelanggan,
bisnis perusahaan akan bertumbuh dengan meluaskan pangsa pasar perusahaan,
diharapkan tujuan dari perspektif keuangan akan tercapai. Akuisisi pelanggan
dapat diukur berdasarkan jumlah pelanggan baru.
4.
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfacton)
Retensi
pelanggan dan akusisi pelanggan dipengaruhi langsung oleh kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan terpenuhi apabila produk yang dibeli pelanggan dapat
menyamai atau melebihi harapan pelanggan. Pelanggan yang puas akan menjadi
loyal dan dapat menceritakan kepuasannya atas produk perusahaan pada orang
lain. Dengan demikian, pangsa pasar perusahaan akan meningkat.
5.
Profitabilitas Pelanggan
(Customer Profitability)
Meskipun
berhasil dalam keempat ukuran inti dari pangsa pasar, retensi, akuisisi dan
kepuasan pelanggan, bagaimanapun tidak akan menjamin bahwa perusahaan memiliki
pelanggan yang menguntungkan. Tidak semua permintaan pelanggan yang dipuaskan
dapat memberikan keuntungan bagi organisasi. Sistem Activity Based Costing (ABC) dapat digunakan perusahaan untuk
mengukur profitabilitas pelanggan secara individu dan membandingkan setiap
individu yang ada.
Nilai Pelanggan (Customer Value Propositions) mewakili atribut-atribut yang
disediakan perusahaan, untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan.
Nilai pelanggan menjelaskan kriteria yang harus dimiliki sebuah produk,
sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan kata lain, nilai
pelanggan menjelaskan produk yang harus dihasilkan perusahaan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam tujuan inti.
Hansen dan Mowen (2005, hal.409)
menjelaskan bahwa nilai pelanggan adalah “Custmer
Value is the difference between realization and sacrifice, where realization is
what the customer receives and sacrifices is what given up.” Realisasi
termasuk fitur yang disediakan oleh produk, seperti kualitas produk, kemampuan
dalam pengiriman barang, reputasi. Sedangkan yang termasuk pengorbanan adalah
harga, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan biaya penyelesaian.
Kaplan dan Norton (1996, hal.73)
memberikan pengelompokan atribut-atribut yang menciptakan loyalias dan kepuasan
pelanggan menjadi kategori yang paling umum dimiliki semua perusahaan, sebagai
berikut :
1.
Atribut Produk
Atribut Produk meliputi fungsi, harga
dan kualitas dari produk. Atribut produk akan menentukan segmen prilaku.
Berdasarkan prilakunya ada konsumen yang memilih produk berdasarkan harga,
kualitas dan kegunaan produk. Sehingga dalam menyusun BSC, perusahaan perlu
menetapkan atribut produk yang dipasarkan.
Dengan menetapkan atribut produk yang
dipasarkan perusahaan akan lebih mudah memperolah pangsa pasar yang dituju.
2.
Hubungan Pelanggan
Memaksimalkan nilai pelanggan berarti
mengelola hubungan jangka panjang dengan pelanggan, menurut Kotler dan Keller
(2006, Hal.114). Hubungan dikelola dengan mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan pelanggan seperti survei kepuasan pelanggan, penelitian atas
pasar, service calls, respon atas
permintaan dan waktu yang diperlukan dalam pengiriman produk, dan setiap
transaksi antara pelanggan dan perusahaan. Hubungan yang dikelola dengan baik
akan dapat menimbulkan loyalitas dari pelanggan.
3.
Citra dan Reputasi
Citra dan Reputasi menggambarkan faktor
yang tidak berwujud yang dapat menarik pelanggan atas suatu perusahaan. Tujuan
perusahaan mendefinisikan dirinya dengan suatu citra tertentu, agar lebih mudah
menjangkau segmen pasar yang dituju. Biasanya citra tersebut dibangun melalui
periklanan. Penyusunan Balanced Scorecard
perusahaan harus memperhatikan citra yang dibangunnya, apakah sudah sesuai
dengan segmen pasar perusahaan. Bila citra perusahaan sudah sesuai dengan
segmen pasarnya maka akan lebih mudah mencapai tujuan pelanggan dan tujuan
keuangan.
4.
Perspektif Proses
Bisnis Internal.
Fokus dari pengukuran proses bisnis
internal adalah proses internal yang memiliki pengaruh terbesar atas kepuasan
pelanggan dan tujuan keuangan. Melalui proses ini memungkinkan bagi perusahaan
untuk mencari dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar yang dipilih.
Pendekatan Balanced Scorecard mengelompokkan pengukuran perspektif bisnis
menjadi tiga prinsip :
1.
Proses Inovasi
Pada Proses ini perusahaan
mengidentifikasikan kebutuhan pasar dan menciptakan produk dan jasa. Tujuan
perusahaan mengidentifikasi kebutuhan pasar agar perusahaan menghasilkan produk
yang dapat diterima pasar.
2.
Proses Operasi
Pada proses ini secara umum dimulai dari
perusahaan memasarkan produk, menerima pesanan dan berakhir dengan mengirimkan
produk ke pelanggan. Pada proses operasi juga termasuk proses pengiriman
produk. proses ini memberikan penekanan atas efisiensi konsistensi, dan
pengiriman produk yang tepat waktu ke pelanggan. Tujuan dari proses operasi
yang ditetapkan harus bertujuan untuk mengurangi waktu produksi dan mengantar
produk.
3.
Proses pelayanan purna
jual
Dalam proses ini perusahaan berusaha
memberikan nilai tambah bagi produk yang dibeli pelanggan. Layanan purna jual
antara lain seperti layanan pemeliharaan produk, garansi, layanan pembayaran
cicilan dan penyediaan suku cadang.
4.
Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan
Apabila tiga perspektif sebelumnya
mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran dari setiap
perspektif, maka perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan
infrastruktur untuk mendukung tujuan dari tiga perspektif sebelumnya. Ada tiga
prinsip yang secara umum perlu diperhatikan oleh perusahaan menurut Kaplan dan
Norton (1996) sebagai berikut :
1.
Kemampuan Pegawai
Keberhasilan
tiga perspektif sebelumnya akan tercapai bila perusahaan menempatkan pegawai
sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan pegawai dapat ditingkatkan dengan
memberikan pelatihan, seminar, beasiswa pendidikan dan lain-lain.
2.
Kemampuan Sistem
Informasi
Dengan motivasi yang tinggi dan keahlian
pegawai saja tidak cukup untuk mencapai tujuan perusahaan dan tujuan pelanggan.
Motivasi dan keahlian pegawai harus didukung dengan sistem informasi yang dapat
memberikan informasi yang tepat waktu dan akurat, sehingga pegawai mampu mengambil
keputusan dengan tepat.
3.
Motivasi, Pemberdayaan
dan Keselarasan.
Ketrampilan pegawai dan sistem informasi
yang memadai tidak akan memberikan kontribusi bagi keberhasilan perusahaan jika
mereka tidak dimotivasi untuk bekerja sesuai dengan tujuan perusahaan.
PEMBAHASAN
1. Perspektif Proses Bisnis Internal PT Vinistrar Culinary - Eaton -
Sebelum
penulis membahas mengenai kedua perspektif yang dipakai dalam menilai kinerja
PT Vinistar Culinary, penulis akan menelaah lebih jauh dari proses bisnis
perusahaan. Secara umum, PT Vinistar Culinary adalah perusahaan yang bergerak
dibidang industri makanan. Perusahaan menjalankan tiga divisi sekaligus sejak
awal berdiri yaitu Restoran, Bakeri dan Kafe.
Untuk
Kafe, PT Vinistar Culinary memilikinya atas nama sendiri, non franchise dan semua kegiatan dan
perintah berasal dari perusahaan sendiri. Namun pada divisi Restoran dan
Bakeri, PT Vinistar Culinary bekerja sama dengan perusahaan lain untuk membeli
merek dagang terkenal lain yaitu Eaton dengan cara franchise.
PT
Vinistar Culinary dengan melakukan franchise
Eaton telah mengalami banyak permasalahan dalam proses bisnisnya sehingga pada
akhir periode 2009 (berdasarkan laporan keuangannya) memilki kinerja yang tidak
terlalu baik dibanding tahun 2008. Pada tahun 2008 bisa dikatakan sukses di
tahun kedua setelah pembukaannya, ini disebabkan adanya campur tangan pihak
perusahaan franchiser dalam membantu
manajemen Restoran dan Bakeri Eaton hingga pertengahan tahun kedua.
Pemilihan
franchise tidak serta merta
memberikan banyak manfaat terhadap PT Vinistar Culinary, meskipun memiliki
produk berlabel Eaton. Ini disebabkan oleh keterikatan kontrak yang kurang
begitu menguntungkan pihak PT Vinistar Culinary sendiri dimana banyak sekali
celah yang seharusnya menjadikan PT Vinistar Culinary berkembang malah
sebaliknya. Misal untuk perbaikan omzet penjualan harian maupun keseluruhan dan
proses menaikkan jumlah pelanggan yang
kurang didukung secara keseluruhan. Penulis akan bahas secara terperinci di setiap
perspektif.
2.
Perspektif Pertumbuhan
Kegiatan
yang dilakukan perusahaan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah
memberikan pelatihan dan pengembangan bagi seluruh karyawan perusahaan. Bentuk
bentuk yang berhubungan dengan Franchise Eaton tidak terlalu banyak mengalami
perubahan, bentuk pelatihandilakukan untuk menambah pengetahuan atas produk
baru dan teknik pemasaran produk, sedangkan untuk bagian Cook (memasak)
diberikan pelatihan yang terkait dengan pembuatan menu-menu baru, yang di dapat
dari para ahli memasak yang berpengalaman dan profesional di bidangnya.
Selain
itu PT. Vinistar Cullinary juga memberikan pelatihan lain untuk bagian
keuangan, seminar motivasi dan
lain-lain. Dengan memberikan berbagai macam pelatihan tersebut, berarti
perusahaan telah melakukan investasi jangka panjang dalam sumber daya
manusianya, selain berinvestasi pada SDM-nya pelatihan-pelatihan tersebut juga
bertujuan untuk menigkatkan kualitas SDM yang dimiliki perusahaan.
Kemampuan
yang telah dimiliki karyawan harus di dukung oleh kemudahan dan kecepatan
memperoleh informasi yang sangat erat hubungannya dengan teknologi informasi
yang berhubungan dengan pekerjaannya dapat menigkatkan produktivitasnya
karyawan bagian penjualan. PT. Vinistar Cullinary memiliki database yang berisi
informasi tentang para pelanggannya informasi tentang pelanggan yang telah ada
contohnya digunakan untuk melakukan tindak lanjut terhadap para pelanggan atas
promosi yang telah dilakukan para bagian penjualan.
Seluruh
jenis pelatihan dan perangkat yang dimiliki perusahaan hanya akan memberikan
manfaat lebih baik apabila karyawan memiliki motivasi bekerja dan memiliki
keselarasan atas misi, visi dan strategi perusahaan ketika karyawan bekerja.
Untuk memotivasi karyawan salah satu caranya dapat dengan memberikan insentif
pada karyawan. Insentif yang diberikan PT. Vinistar Cullinary adalah komisi
penjualan jika mencapai target yang di tentukan.
3.
Perspektif
Pelanggan
Pada
tahun 2007, PT Vinistar Culinary, dengan merek Eaton memulai usaha di awal
tahun dengan memiliki pelanggan yang meliputi area Kebalen, Wolter Monginsidi,
Kapt. Tendean, Blok S, Blok M dan radius ± 10 km dari lokasi Eaton berada.
Target yang ingin dicapai pada awal mulanya adalah karyawan di area perkantoran
sekitar Eaton dan penduduk perumahan yang berdomisili di sekitar Eaton.
Berdasar data tambahan lain yang penulis dapat melalui PT Vinistar Culinary, di
tahun 2008 dan 2009 mengalami persaingan ketat dengan pesaing-pesaing baru yang
muncul, ditambah dengan promosi Eaton sendiri yang kurang signifikan.
Dalam
perspektif ini, PT Vinstar Culinary sendiri dianggap kurang berhasil dalam
menaikkan jumlah pelanggannya. Ini lebih didasarkan pada :
1. Kurangnya daya serap pangsa pasar bagi pelanggan Eaton.
Bahwa manajemen PT Vinistar Culinary tidak memadai dalam usaha membangun image (gambaran) akan produknya Eaton.
Selalu terpaku kepada peraturan yang berupa kontrak franchise sehingga tidak dapat bergerak bebas untuk memasarkan
Eaton.
Ditambah dengan tidak adanya
bagian Pemasaran untuk PT Vinistar Culinary sendiri. Sehingga makin jelas
terlihat adanya kekurangan dari sisi pemasaran. Pemasaran produk hanya
berdasarkan komando Eaton pusat untuk promo tertentu. Ini menjadi hambatan
berkembangnya Eaton Santa (lokasi PT Vinistar Culinary).
Upaya tersendiri sudah
dilakukan oleh pihak PT Vinistar Culinary melalui Penyelianya mulai memberikan
promo flyer diskon, hingga bekerja sama dengan pihak perusahaan lain dan bank
dalam menyerap pelanggan lebih banyak. Namun penyerapan dengan cara yang tidak
didukung baik oleh manajemen, tidak mungkin akan menambah daya serap pangsa
pasar Eaton Santa. Pemberian segmen target pun tidak dapat terpenuhi dengan
baik.
2.
Dalam mempertahankan
pelanggan, PT Vinistar Culinary tidak mampu dalam mempertahankan semua
pelanggan yang mengenal Eaton Santa. Kecenderungan ini disebabkan oleh adanya
selisih harga jual yang lebih tinggi sedikit bagi pelanggan jika dibanding
dengan pesaing Restoran dan Bakeri yang dapat memberikan harga relatif lebih
murah.
Harga merupakan hal yang
sensitif bagi pelanggan, meskipun telah memiliki segmen pasarnya sendiri namun
tidak menjadikan Eaton Santa pilihan bagi pelanggan. Pesaing merupakan salah
satunya, baik Restoran dan Bakeri, masing-masing memiliki persaingan yang
ketat.
Pesaing Eaton Bakeri :
ü Eaton Pasifik
Place à
merupakan pesaing terberat internal sesama franchise
untuk Bakeri, sebab memiliki harga jual per satuan yang lebih rendah serta
mempunyai pemasaran untuk promo produk yang lebih leluasa di banding Eaton
Santa (ini merupakan cabang langsung dari franchiser)
ü Harvest à pesaing terberat untuk area Jl. Wolter Monginsidi, sebab
pemain lama dibidang usaha bakeri dan juga sudah memiliki pangsa pasarnya
tersendiri. Bermain dalam harga yang sangat jauh dibawah Eaton Bakeri, Harvest
mengandalkan dari bakeri dan kue tar yang banyak variasi plus harga memuaskan
bagi pelanggan.
Pesaing Eaton Restoran :
ü Mandala
Restoran à
pesaing dalam industri restoran makanan oriental (cina dan indonesia) dengan
menu yang beragam dan porsi lebih banyak dibanding porsi Eaton Santa. Variasi
hidangan lebih beragam daripada Eaton Santa.
ü Han Gang
Restoran à pesaing untuk makanan asia lainnya, yaitu makanan korea.
Untuk harga lebih tinggi dari Eaton Restoran, namun variasi dan porsi lebih
besar sehingga kecenderungan pelanggan lebih memilih Han Gang.
ü Jajanan Pasar
Santa à
lokasi makanan umum seperti foodcourt
umumnya yang menawarkan variasi makanan, harga dan lokasi yang strategis juga.
v Pesaing diatas merupakan pesaing terberat bagi Eaton
Santa.
3.
Dalam akuisisi
pelanggan, PT Vinistar Culinary dengan pangsa pasar yang ada sekarang ini,
seharusnya dapat menarik banyak pelanggan lagi dengan memberikan diskon kepada
pelanggan setianya sehingga menimbulkan efek positif bagi pelanggan untuk
memperkenalkan Eaton Santa kepada rekan-rekan pelanggan Eaton. Namun dengan
ketiadaan pemasaran dan promo menyebabkan Eaton kalah bersaing dalam
mengakuisisi pelanggan, meskipun sudah memiliki pelanggan setianya.
4.
Kepuasan pelanggan
adalah pencapaian tertinggi bagi Eaton Santa untuk mempertahankan pelanggan dan
perolehan pelanggan melalui akuisisi pelanggan. Pencapaian tersebut diketahui
berdasarkan survey yang dilakukan PT Vinistar Culinary dengan memberikan
kuesioner secara acak untuk 50 pelanggan di setiap Desember akhir tahun 2008
dan tahun 2009.
Semuanya
ini mempengaruhi pertumbuhan pelanggan di tahun 2009 yang turun menjadi 32.571
pelanggan atau mengalami penurunan sebesar 9.626 pelanggan. Namun penurunan
pelanggan ini tidak diikuti dengan penurunan pendapatan per pelanggan, justru
pendapatan per pelanggan mengalami peningkatan di tahun 2009 sebesar
Rp20.892,99,- menjadi Rp60.176,12 dibandingkan tahun 2008 yang hanya
Rp39,283,13,-. Ini merupakan dampak dari naiknya jumlah penjualan produk Eaton
sebesar Rp302.287.713 dan dapat menunjukkan adanya minat para pelanggan untuk
berbelanja lebih di Eaton Santa. Disisi lain, usaha manajemen PT Vinistar
Culinary yang berani mengeluarkan menu-menu baru diluar kebijakan franchiser mendukung naiknya penjualan
dan naiknya pendapatan per pelanggan.
Akibat
dari penurunan pertumbuhan pelanggan yang besar jumlahnya dan meningkatnya
pendapatan per pelanggan tidak serta merta menjadikan PT Vinistar Culinary
dapat melakukan efisiensi dari biaya operasional per pelanggan dimana
menunjukkan peningkatan biaya operasional per pelanggan di tahun 2009 menjadi
Rp18.228,40,- , naik sebesar 0,308% dibanding tahun 2008. Terlihat secara nyata
ketika penulis melakukan penelitian dan observasi, dimana biaya yang
dikeluarkan untuk operasional Eaton Santa adalah tetap dan bahkan cenderung
meningkat akibat kenaikan harga-harga pelaksanaan operasional dibanding jumlah
pelanggan yang mendatangi Eaton Santa dan melakukan pembelian produk Eaton.
Dari
hasil pengukuran, kinerja PT Vinistar Culinary pada perspektif ini dinilai
tidak baik karena perusahaan tidak berhasil mencapai tujuan utama dari
perspektif ini, yaitu meningkatkan pangsa pasar, meskipun berhasil meningkatkan
pendapatan per pelanggan. Hal yang kontras ini menyebabkan perusahaan tidak
dapat melakukan efisiensi atas biaya operasional per pelanggan sehingga bisa
dikatakan pencerminan atas penurunan pangsa pasar dan peningkatan pendapatan
per pelanggan tidak sepenuhnya menunjukkan bertambahnya tingkat kepuasan
pelanggan Eaton.
4.
Perspektif
Keuangan
Semua
hasil pengukuran kinerja pada akhirnya berdampak pada kinerja keuangan
perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran penjualan, PT Vinistar Culinary
mengalami kenaikan sebesar 0,182%. Peningkatan penjualan dipengaruhi oleh
keluarnya menu baru di tahun 2009 untuk Bakeri dan Restoran. Meskipun mengalami
kenaikan terhadap penjualan, namun kenaikan tersebut tidaklah besar pengaruhnya
untuk menaikan omzet penjualan PT Vinstar Culinary tahun 2009, ini dipengaruhi oleh pesaing yang bermunculan di
tahun 2008 dan tahun 2009 (sesuai dengan data di perspektif pelanggan).
Pada PT
Vinistar Culinary, keadaan untuk perspektif keuangan dengan bertolak belakang
terjadi, antara kenaikan penjualan di tahun 2009 ditambah dengan kenaikan beban
operasi perusahaan justru menyebabkan kenaikan pada profit margin menjadi 3,878% untuk tahun 2009 naik 1,685%
dibandingkan tahun 2008 sebesar 2,193%. Penggunaan aset pada PT Vinistar
Culinary dinilai tidak efisien karena dengan penurunan sebesar 0,139% PT
Vinistar Culinary tidak dapat meningkatkan penjualannya dengan optimal sehingga
hanya terjadi kenaikan penjualan sebesar
0,182%. Kenaikan sedikit akan kinerja
keuangan PT Vinistar Culinary juga diperlihatkan dari pengukuran ROE yang
menaik sebesar 4,559%, hal ini menunjukkan penggunaan ekuitas PT Vinistar
Culinary dalam menghasilkan laba setelah pajak tidak terlalu efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar