Selasa, 25 Juni 2013

contoh jurnal

PENERAPAN PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD STUDI KASUS PADA
PT. VINISTAR CULLINARY


Customer and financial perspectives have interconnected relationships, where customers have the capability element in advancing the company in the financial side as a source of income from its operations. Customer's perspective at least affect the financial perspective with customer behavior itself in creating value for assessing the company's activities. Customer perspective is a reflection of the success or failure of what he has done two previous perspectives and the impact of success or failure of the customer's perspective is the success or failure in the financial perspective.
Research conducted case study method using a data company in 2008 and 2009.From research result can be concluded that the customer perspective PT Vinstar Culinary itself considered to be less successful in increasing the number of customers. In the financial perspective All results of performance measurement in the end have an impact on corporate financial performance. Based on the results of measurement of sales, PT Vinistar Culinary increased by 0.182%. While the Balanced Scorecard method itself has not been fully used by the company, as seen from the performance that has not been quite significant
The purpose of this study is to measure the financial performance of companies, namely PT Vinistar Culinary using the Balanced Scorecard method and using a customer perspective and financial perspective

Keywords: Balanced Scorecard, the customer perspective, financial perspective.







PENDAHULUAN

Pengukuran kinerja yang sekarang ini banyak dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja keuangan semata. Sebagai patokan keberhasilan kinerja perusahaan. pengukuran yang biasa digunakan adalah Return On Investment (ROI),  Residual Income (RI), dan Economic Value Added (EVA). Alat pengukur tersebut diakui memang merupakan alat penting bagi perusahaan dalam menerapkan srategi perusahaan dan  sesuai dengan tujuan utama perusahaan, yaitu memaksimalkan nilai bagi pemiliknya. Akan tetapi, alat pengukuran tersebut hanya memberikan gambaran tentang apa yang telah terjadi dan sedang terjadi, namun tidak memberikan rencana perbaikan kinerja di masa yang akan datang.
Untuk mengatasi keterbatasan pengukuran keuangan, melalui suatu proyek riset yang panjang, Kaplan dan Norton (1996) memperkenalkan sistem pengukuran kinerja Balanced Scorecard (BSC). Sebagai suatu sistem, BSC mampu menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat kerangka kerja. Selain itu sebagai sistem BSC, mampu melakukan pengukuran yang lebih komprehensif melalui tolok ukur yang difokuskan menjadi empat perpektif, sehingga tindakan yang akan diambil oleh manajemen akan menjadi lebih terarah.
Balanced Scorecard ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional. Ini sekaligus menjawab kebutuhan akan pengukuran kinerja yang baru.
PT Vinistar Culinary didirikan pada 7 November 2006 sebagai badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas dengan nomor pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. W7-03820 HT.01.01-TH.2006 tanggal 18 Desember 2006 dan izin usaha sebagai restoran dengan nomor pengesahan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 289/-1.858.22 periode 2010. Perusahaan ini merupakan franchisee yang bekerja sama dengan perusahaan franchiser  PT Jesindo Patisserie untuk usaha makanan dengan nama Eaton dan memiliki kegiatan utama menyajikan produk jadi dari kantor pusat (franchiser) maupun melalui pengolahan sendiri. Kegiatan operasional perusahaan dimulai pada 11 Januari 2007 dengan membuka tiga divisi, Kafe – divisi tersendiri PT Vinistar Culinary - ditambah dengan Restoran dan Bakeri dengan menggunakan merek dagang Eaton. Namun dalam perkembangannya, PT Vinistar Culinary tidak hanya memakai nama Eaton sebagai label produknya, penambahan menu dan pembukaan divisi serta penambahan cabang lainnya menjadi target PT Vinistar Culinary.
PT Vinistar Culinary memiliki beberapa pesaing yang berbeda-beda dengan divisi yang ada diantaranya:
Pesaing Eaton Bakeri :
ü Eaton Pasifik Place à merupakan pesaing terberat internal sesama franchise untuk Bakeri, sebab memiliki harga jual per satuan yang lebih rendah serta mempunyai pemasaran untuk promo produk yang lebih leluasa di banding Eaton Santa (ini merupakan cabang langsung dari franchiser)
ü Harvest à pesaing terberat untuk area Jl. Wolter Monginsidi, sebab pemain lama dibidang usaha bakeri dan juga sudah memiliki pangsa pasarnya tersendiri. Bermain dalam harga yang sangat jauh dibawah Eaton Bakeri, Harvest mengandalkan dari bakeri dan kue tar yang banyak variasi plus harga memuaskan bagi pelanggan.
Pesaing Eaton Restoran :
ü Mandala Restoran à pesaing dalam industri restoran makanan oriental (cina dan indonesia) dengan menu yang beragam dan porsi lebih banyak dibanding porsi Eaton Santa. Variasi hidangan lebih beragam daripada Eaton Santa.
ü Han Gang Restoran à pesaing untuk makanan asia lainnya, yaitu makanan korea. Untuk harga lebih tinggi dari Eaton Restoran, namun variasi dan porsi lebih besar sehingga kecenderungan pelanggan lebih memilih Han Gang.
Jajanan Pasar Santa à lokasi makanan umum seperti foodcourt umumnya yang menawarkan variasi makanan, harga dan lokasi yang strategis juga
Karena akibat dari bertambahnya para pesaing tersebut mengakibatkan pangsa pertumbuhan yang terjadi pada PT. Vinistar Cullinary menjadi menurun begitu pula dengan pangsa pelanggan yang biasa berlangganan pada PT. Vinistar Cullinary
Atas uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengukur kinerja PT Vinistar Culinary dengan menggunakan pendekatan BSC. Karena kinerja keuangan merupakan dampak dari kepuasan pelanggan, maka penulis hanya menganalisis hubungan antara perspektif pelanggan dan perspektif keuangan. Dengan melihat permasalahan diatas penulis memberi judul untuk penelitian ini “PENERAPAN PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCOREDCARD” Studi kasus pada PT. Vinistar Cullinary.

TINJAUAN LITERATUR
Pengertian Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton, (1996) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai berikut :
The Balanced Scorecard is a new framework for integrating measures drive from strategy. While retaining financial measures of past performance the Balanced Scorecard introduces the drives of future financial performance. The drives, encompassing customer, internal business-process, and learning and growth perspective, are derived from an explicit –
rigorious translation of the organization’s strategy into tangible objectives and measures.”
Sedangkan Niven (2001) mendefinisikan Balanced Scorecard :
“... The Balanced Scorecard as a carefully selected set of measures derived from an organization’s strategy. The measures selected for the scorecard represent a tool for leaders to use in communicating to employees and external stakeholders the outcome and performance drivers by which organization will achieve its mission and strategic objectives.”
2.1         Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam perencanaan stratejik menurut Mulyadi (2001, Hal.18) adalah mampu menghasilkan rencana stratejik yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.              Komprehensif
Balanced Scorecard  mencakup perspektif yang komprehensif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
b.             Koheren.
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran stratejik yang dihasilkan dalam perencanaan stratejik. Setiap sasaran stratejik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan kausal dengan sasaran keuangan.
c.              Seimbang.
Keseimbangan sasaran stratejik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stratejik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
d.             Terukur
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran stratejik yang sulit diukur. Sasaran-sasaran stratejik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur. Namun dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perpektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.


Perspektif-perspektif dalam Balanced Scorecard
Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam perencanaan stratejik menurut Mulyadi (2001, Hal.18) adalah mampu menghasilkan rencana stratejik yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.              Komprehensif
Balanced Scorecard  mencakup perspektif yang komprehensif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
b.             Koheren.
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran stratejik yang dihasilkan dalam perencanaan stratejik. Setiap sasaran stratejik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan kausal dengan sasaran keuangan.
c.              Seimbang.
Keseimbangan sasaran stratejik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stratejik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
d.             Terukur
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran stratejik yang sulit diukur. Sasaran-sasaran stratejik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur. Namun dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perpektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.

Perspektif-perspektif dalam Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (1996), menjelaskan perspektif-perspektif yang ada di dalam Balanced Scorecard, yaitu : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pembelajaran.
1.             Perspektif Keuangan
Pengukuran keuangan merupakan komponen penting dari Balanced Scorecard terutama untuk profit organization, karena setiap ukuran yang dipilih dari setiap perspektif untuk Scorecard  harus menjadi bagian dari hubungan sebab akibat setiap perspektif, yang berakhir dalam sasaran keuangan, yang mempresentasikan strategi organisasi. Ukuran pada perspektif ini menginformasikan apakah eksekusi strategi organisasi, yang dirinci melalui ukuran yang dipilih pada perspektif lain, mengarah pada adanya perbaikan.
2.             Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan mewakili sumber dari tujuan keuangan perusahaan, yaitu pendapatan. Pelanggan adalah sumber pendapatan dalam perspektif keuangan. Semua sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan akan tercapai apabila ada pelanggan yang membeli dan menggunakan produk perusahaan.
Perspektif pelanggan menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang ada pada perspektif keuangan. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok ukuran, yaitu Pengukuran inti (Core Measurement) dan nilai pelanggan (Customer Value Propositions).
Pengukuran inti merupakan ukuran umum yang dimiliki setiap organisasi, yaitu peningkatan pangsa pasar, peningkatan kepuasan pelanggan, dan peningkatan profitabilitas pelanggan. Tujuan dari pengukuran inti hanya menjelaskan pangsa pasar yang dibutuhkan dan cara untuk memperoleh pangsa pasar tersebut untuk memenuhi sasaran pada perspektif keuangan.


Kaplan dan Norton (1996), mengelompokkan pengukuran inti menjadi :
1.         Pangsa Pasar (Market Share)
Menurut Kotler dan Amstrong (2004), pasar (market) adalah sekumpulan dari pembeli (pelanggan) potensial dari suatu produk atau jasa. Pelanggan dapat dikelompokkan ke dalam segmentasi tertentu berdasarkan geografi, demografi, psikografi, dan prilaku. Penyusunan Balanced Scorecard pada perspektif pelanggan perlu menentukan segmentasi tertentu yang akan menjadi target pemasaran produk. Pengelompokan ini perlu dilakukan perusahaan agar lebih fokus dalam mengalokasikan sumberdaya untuk membangun pangsa pasarnya, sehingga dapat memberikan hasil yang diharapkan.
2.         Retensi Pelanggan (Customer Retention)
Retensi pelanggan menunjukkan seberapa baik perusahan dalam mempertahankan pelanggannya. Retensi pelanggan erat kaitan nya dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan  (Kotler dan Amstrong, 2004). Pelanggan yang puas, maka tingkat loyalitasnya akan bertambah. Pertambahan tingkat loyalitas menunjukkan perusahaan mampu mempertahankan pelanggan yang ada. Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya akan memengaruhi kestabilan pangsa pasarnya. Dengan pangsa pasar yang stabil, perusahaan akan lebih mudah meningkatkan pendapatannya, sehingga tujuan perspektif keuangan akan lebih mudah dicapai.
3.         Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)
Pada umumnya untuk menumbuhkan bisnis, perusahaan memiliki tujuan, yakni menambah pelanggan baru yang menggunakan produk perusahaan. Semakin banyak pelanggan baru yang digunakan untuk menggunakan produk perusahaan, akan memperbesar pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan.
Dengan adanya kombinasi yang baik antara retensi pelanggan dan akuisisi pelanggan, bisnis perusahaan akan bertumbuh dengan meluaskan pangsa pasar perusahaan, diharapkan tujuan dari perspektif keuangan akan tercapai. Akuisisi pelanggan dapat diukur berdasarkan jumlah pelanggan baru.
4.         Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfacton)
Retensi pelanggan dan akusisi pelanggan dipengaruhi langsung oleh kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan terpenuhi apabila produk yang dibeli pelanggan dapat menyamai atau melebihi harapan pelanggan. Pelanggan yang puas akan menjadi loyal dan dapat menceritakan kepuasannya atas produk perusahaan pada orang lain. Dengan demikian, pangsa pasar perusahaan akan meningkat.
5.         Profitabilitas Pelanggan (Customer Profitability)
Meskipun berhasil dalam keempat ukuran inti dari pangsa pasar, retensi, akuisisi dan kepuasan pelanggan, bagaimanapun tidak akan menjamin bahwa perusahaan memiliki pelanggan yang menguntungkan. Tidak semua permintaan pelanggan yang dipuaskan dapat memberikan keuntungan bagi organisasi. Sistem Activity Based Costing (ABC) dapat digunakan perusahaan untuk mengukur profitabilitas pelanggan secara individu dan membandingkan setiap individu yang ada.
Nilai Pelanggan (Customer Value Propositions) mewakili atribut-atribut yang disediakan perusahaan, untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Nilai pelanggan menjelaskan kriteria yang harus dimiliki sebuah produk, sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan kata lain, nilai pelanggan menjelaskan produk yang harus dihasilkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tujuan inti.
Hansen dan Mowen (2005, hal.409) menjelaskan bahwa nilai pelanggan adalah “Custmer Value is the difference between realization and sacrifice, where realization is what the customer receives and sacrifices is what given up.” Realisasi termasuk fitur yang disediakan oleh produk, seperti kualitas produk, kemampuan dalam pengiriman barang, reputasi. Sedangkan yang termasuk pengorbanan adalah harga, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan biaya penyelesaian.
Kaplan dan Norton (1996, hal.73) memberikan pengelompokan atribut-atribut yang menciptakan loyalias dan kepuasan pelanggan menjadi kategori yang paling umum dimiliki semua perusahaan, sebagai berikut :


1.             Atribut Produk
Atribut Produk meliputi fungsi, harga dan kualitas dari produk. Atribut produk akan menentukan segmen prilaku. Berdasarkan prilakunya ada konsumen yang memilih produk berdasarkan harga, kualitas dan kegunaan produk. Sehingga dalam menyusun BSC, perusahaan perlu menetapkan atribut produk yang dipasarkan.
Dengan menetapkan atribut produk yang dipasarkan perusahaan akan lebih mudah memperolah pangsa pasar yang dituju.
2.             Hubungan Pelanggan
Memaksimalkan nilai pelanggan berarti mengelola hubungan jangka panjang dengan pelanggan, menurut Kotler dan Keller (2006, Hal.114). Hubungan dikelola dengan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan pelanggan seperti survei kepuasan pelanggan, penelitian atas pasar, service calls, respon atas permintaan dan waktu yang diperlukan dalam pengiriman produk, dan setiap transaksi antara pelanggan dan perusahaan. Hubungan yang dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan loyalitas dari pelanggan.
3.             Citra dan Reputasi
Citra dan Reputasi menggambarkan faktor yang tidak berwujud yang dapat menarik pelanggan atas suatu perusahaan. Tujuan perusahaan mendefinisikan dirinya dengan suatu citra tertentu, agar lebih mudah menjangkau segmen pasar yang dituju. Biasanya citra tersebut dibangun melalui periklanan. Penyusunan Balanced Scorecard perusahaan harus memperhatikan citra yang dibangunnya, apakah sudah sesuai dengan segmen pasar perusahaan. Bila citra perusahaan sudah sesuai dengan segmen pasarnya maka akan lebih mudah mencapai tujuan pelanggan dan tujuan keuangan.

4.             Perspektif Proses Bisnis Internal.
Fokus dari pengukuran proses bisnis internal adalah proses internal yang memiliki pengaruh terbesar atas kepuasan pelanggan dan tujuan keuangan. Melalui proses ini memungkinkan bagi perusahaan untuk mencari dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar yang dipilih.
Pendekatan Balanced Scorecard mengelompokkan pengukuran perspektif bisnis menjadi tiga prinsip :
1.             Proses Inovasi
Pada Proses ini perusahaan mengidentifikasikan kebutuhan pasar dan menciptakan produk dan jasa. Tujuan perusahaan mengidentifikasi kebutuhan pasar agar perusahaan menghasilkan produk yang dapat diterima pasar.
2.             Proses Operasi
Pada proses ini secara umum dimulai dari perusahaan memasarkan produk, menerima pesanan dan berakhir dengan mengirimkan produk ke pelanggan. Pada proses operasi juga termasuk proses pengiriman produk. proses ini memberikan penekanan atas efisiensi konsistensi, dan pengiriman produk yang tepat waktu ke pelanggan. Tujuan dari proses operasi yang ditetapkan harus bertujuan untuk mengurangi waktu produksi dan mengantar produk.
3.             Proses pelayanan purna jual
Dalam proses ini perusahaan berusaha memberikan nilai tambah bagi produk yang dibeli pelanggan. Layanan purna jual antara lain seperti layanan pemeliharaan produk, garansi, layanan pembayaran cicilan dan penyediaan suku cadang.
4.             Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Apabila tiga perspektif sebelumnya mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran dari setiap perspektif, maka perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan infrastruktur untuk mendukung tujuan dari tiga perspektif sebelumnya. Ada tiga prinsip yang secara umum perlu diperhatikan oleh perusahaan menurut Kaplan dan Norton (1996) sebagai berikut :
1.             Kemampuan Pegawai
Keberhasilan tiga perspektif sebelumnya akan tercapai bila perusahaan menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan pegawai dapat ditingkatkan dengan memberikan pelatihan, seminar, beasiswa pendidikan dan lain-lain.
2.             Kemampuan Sistem Informasi
Dengan motivasi yang tinggi dan keahlian pegawai saja tidak cukup untuk mencapai tujuan perusahaan dan tujuan pelanggan. Motivasi dan keahlian pegawai harus didukung dengan sistem informasi yang dapat memberikan informasi yang tepat waktu dan akurat, sehingga pegawai mampu mengambil keputusan dengan tepat.
3.             Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan.
Ketrampilan pegawai dan sistem informasi yang memadai tidak akan memberikan kontribusi bagi keberhasilan perusahaan jika mereka tidak dimotivasi untuk bekerja sesuai dengan tujuan perusahaan.








PEMBAHASAN
1.     Perspektif Proses Bisnis Internal PT Vinistrar Culinary - Eaton -
Sebelum penulis membahas mengenai kedua perspektif yang dipakai dalam menilai kinerja PT Vinistar Culinary, penulis akan menelaah lebih jauh dari proses bisnis perusahaan. Secara umum, PT Vinistar Culinary adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri makanan. Perusahaan menjalankan tiga divisi sekaligus sejak awal berdiri yaitu Restoran, Bakeri dan Kafe.
Untuk Kafe, PT Vinistar Culinary memilikinya atas nama sendiri, non franchise dan semua kegiatan dan perintah berasal dari perusahaan sendiri. Namun pada divisi Restoran dan Bakeri, PT Vinistar Culinary bekerja sama dengan perusahaan lain untuk membeli merek dagang terkenal lain yaitu Eaton dengan cara franchise.
PT Vinistar Culinary dengan melakukan franchise Eaton telah mengalami banyak permasalahan dalam proses bisnisnya sehingga pada akhir periode 2009 (berdasarkan laporan keuangannya) memilki kinerja yang tidak terlalu baik dibanding tahun 2008. Pada tahun 2008 bisa dikatakan sukses di tahun kedua setelah pembukaannya, ini disebabkan adanya campur tangan pihak perusahaan franchiser dalam membantu manajemen Restoran dan Bakeri Eaton hingga pertengahan tahun kedua.
Pemilihan franchise tidak serta merta memberikan banyak manfaat terhadap PT Vinistar Culinary, meskipun memiliki produk berlabel Eaton. Ini disebabkan oleh keterikatan kontrak yang kurang begitu menguntungkan pihak PT Vinistar Culinary sendiri dimana banyak sekali celah yang seharusnya menjadikan PT Vinistar Culinary berkembang malah sebaliknya. Misal untuk perbaikan omzet penjualan harian maupun keseluruhan dan proses menaikkan  jumlah pelanggan yang kurang didukung secara keseluruhan. Penulis akan bahas secara terperinci di setiap perspektif.

2.     Perspektif Pertumbuhan
Kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah memberikan pelatihan dan pengembangan bagi seluruh karyawan perusahaan. Bentuk bentuk yang berhubungan dengan Franchise Eaton tidak terlalu banyak mengalami perubahan, bentuk pelatihandilakukan untuk menambah pengetahuan atas produk baru dan teknik pemasaran produk, sedangkan untuk bagian Cook (memasak) diberikan pelatihan yang terkait dengan pembuatan menu-menu baru, yang di dapat dari para ahli memasak yang berpengalaman dan profesional di bidangnya.
Selain itu PT. Vinistar Cullinary juga memberikan pelatihan lain untuk bagian keuangan, seminar motivasi dan  lain-lain. Dengan memberikan berbagai macam pelatihan tersebut, berarti perusahaan telah melakukan investasi jangka panjang dalam sumber daya manusianya, selain berinvestasi pada SDM-nya pelatihan-pelatihan tersebut juga bertujuan untuk menigkatkan kualitas SDM yang dimiliki perusahaan.
Kemampuan yang telah dimiliki karyawan harus di dukung oleh kemudahan dan kecepatan memperoleh informasi yang sangat erat hubungannya dengan teknologi informasi yang berhubungan dengan pekerjaannya dapat menigkatkan produktivitasnya karyawan bagian penjualan. PT. Vinistar Cullinary memiliki database yang berisi informasi tentang para pelanggannya informasi tentang pelanggan yang telah ada contohnya digunakan untuk melakukan tindak lanjut terhadap para pelanggan atas promosi yang telah dilakukan para bagian penjualan.





Seluruh jenis pelatihan dan perangkat yang dimiliki perusahaan hanya akan memberikan manfaat lebih baik apabila karyawan memiliki motivasi bekerja dan memiliki keselarasan atas misi, visi dan strategi perusahaan ketika karyawan bekerja. Untuk memotivasi karyawan salah satu caranya dapat dengan memberikan insentif pada karyawan. Insentif yang diberikan PT. Vinistar Cullinary adalah komisi penjualan jika mencapai target yang di tentukan.

3.     Perspektif Pelanggan
Pada tahun 2007, PT Vinistar Culinary, dengan merek Eaton memulai usaha di awal tahun dengan memiliki pelanggan yang meliputi area Kebalen, Wolter Monginsidi, Kapt. Tendean, Blok S, Blok M dan radius ± 10 km dari lokasi Eaton berada. Target yang ingin dicapai pada awal mulanya adalah karyawan di area perkantoran sekitar Eaton dan penduduk perumahan yang berdomisili di sekitar Eaton. Berdasar data tambahan lain yang penulis dapat melalui PT Vinistar Culinary, di tahun 2008 dan 2009 mengalami persaingan ketat dengan pesaing-pesaing baru yang muncul, ditambah dengan promosi Eaton sendiri yang kurang signifikan.
Dalam perspektif ini, PT Vinstar Culinary sendiri dianggap kurang berhasil dalam menaikkan jumlah pelanggannya. Ini lebih didasarkan pada :
1.    Kurangnya daya serap pangsa pasar bagi pelanggan Eaton. Bahwa manajemen PT Vinistar Culinary tidak memadai dalam usaha membangun image (gambaran) akan produknya Eaton. Selalu terpaku kepada peraturan yang berupa kontrak franchise sehingga tidak dapat bergerak bebas untuk memasarkan Eaton.
Ditambah dengan tidak adanya bagian Pemasaran untuk PT Vinistar Culinary sendiri. Sehingga makin jelas terlihat adanya kekurangan dari sisi pemasaran. Pemasaran produk hanya berdasarkan komando Eaton pusat untuk promo tertentu. Ini menjadi hambatan berkembangnya Eaton Santa (lokasi PT Vinistar Culinary).
Upaya tersendiri sudah dilakukan oleh pihak PT Vinistar Culinary melalui Penyelianya mulai memberikan promo flyer diskon, hingga bekerja sama dengan pihak perusahaan lain dan bank dalam menyerap pelanggan lebih banyak. Namun penyerapan dengan cara yang tidak didukung baik oleh manajemen, tidak mungkin akan menambah daya serap pangsa pasar Eaton Santa. Pemberian segmen target pun tidak dapat terpenuhi dengan baik.

2.      Dalam mempertahankan pelanggan, PT Vinistar Culinary tidak mampu dalam mempertahankan semua pelanggan yang mengenal Eaton Santa. Kecenderungan ini disebabkan oleh adanya selisih harga jual yang lebih tinggi sedikit bagi pelanggan jika dibanding dengan pesaing Restoran dan Bakeri yang dapat memberikan harga relatif lebih murah.
Harga merupakan hal yang sensitif bagi pelanggan, meskipun telah memiliki segmen pasarnya sendiri namun tidak menjadikan Eaton Santa pilihan bagi pelanggan. Pesaing merupakan salah satunya, baik Restoran dan Bakeri, masing-masing memiliki persaingan yang ketat.
Pesaing Eaton Bakeri :
ü  Eaton Pasifik Place à merupakan pesaing terberat internal sesama franchise untuk Bakeri, sebab memiliki harga jual per satuan yang lebih rendah serta mempunyai pemasaran untuk promo produk yang lebih leluasa di banding Eaton Santa (ini merupakan cabang langsung dari franchiser)
ü  Harvest à pesaing terberat untuk area Jl. Wolter Monginsidi, sebab pemain lama dibidang usaha bakeri dan juga sudah memiliki pangsa pasarnya tersendiri. Bermain dalam harga yang sangat jauh dibawah Eaton Bakeri, Harvest mengandalkan dari bakeri dan kue tar yang banyak variasi plus harga memuaskan bagi pelanggan.
Pesaing Eaton Restoran :
ü  Mandala Restoran à pesaing dalam industri restoran makanan oriental (cina dan indonesia) dengan menu yang beragam dan porsi lebih banyak dibanding porsi Eaton Santa. Variasi hidangan lebih beragam daripada Eaton Santa.
ü  Han Gang Restoran à pesaing untuk makanan asia lainnya, yaitu makanan korea. Untuk harga lebih tinggi dari Eaton Restoran, namun variasi dan porsi lebih besar sehingga kecenderungan pelanggan lebih memilih Han Gang.
ü  Jajanan Pasar Santa à lokasi makanan umum seperti foodcourt umumnya yang menawarkan variasi makanan, harga dan lokasi yang strategis juga.
v  Pesaing diatas merupakan pesaing terberat bagi Eaton Santa.
3.      Dalam akuisisi pelanggan, PT Vinistar Culinary dengan pangsa pasar yang ada sekarang ini, seharusnya dapat menarik banyak pelanggan lagi dengan memberikan diskon kepada pelanggan setianya sehingga menimbulkan efek positif bagi pelanggan untuk memperkenalkan Eaton Santa kepada rekan-rekan pelanggan Eaton. Namun dengan ketiadaan pemasaran dan promo menyebabkan Eaton kalah bersaing dalam mengakuisisi pelanggan, meskipun sudah memiliki pelanggan setianya.
4.      Kepuasan pelanggan adalah pencapaian tertinggi bagi Eaton Santa untuk mempertahankan pelanggan dan perolehan pelanggan melalui akuisisi pelanggan. Pencapaian tersebut diketahui berdasarkan survey yang dilakukan PT Vinistar Culinary dengan memberikan kuesioner secara acak untuk 50 pelanggan di setiap Desember akhir tahun 2008 dan tahun 2009.
Semuanya ini mempengaruhi pertumbuhan pelanggan di tahun 2009 yang turun menjadi 32.571 pelanggan atau mengalami penurunan sebesar 9.626 pelanggan. Namun penurunan pelanggan ini tidak diikuti dengan penurunan pendapatan per pelanggan, justru pendapatan per pelanggan mengalami peningkatan di tahun 2009 sebesar Rp20.892,99,- menjadi Rp60.176,12 dibandingkan tahun 2008 yang hanya Rp39,283,13,-. Ini merupakan dampak dari naiknya jumlah penjualan produk Eaton sebesar Rp302.287.713 dan dapat menunjukkan adanya minat para pelanggan untuk berbelanja lebih di Eaton Santa. Disisi lain, usaha manajemen PT Vinistar Culinary yang berani mengeluarkan menu-menu baru diluar kebijakan franchiser mendukung naiknya penjualan dan naiknya pendapatan per pelanggan.
Akibat dari penurunan pertumbuhan pelanggan yang besar jumlahnya dan meningkatnya pendapatan per pelanggan tidak serta merta menjadikan PT Vinistar Culinary dapat melakukan efisiensi dari biaya operasional per pelanggan dimana menunjukkan peningkatan biaya operasional per pelanggan di tahun 2009 menjadi Rp18.228,40,- , naik sebesar 0,308% dibanding tahun 2008. Terlihat secara nyata ketika penulis melakukan penelitian dan observasi, dimana biaya yang dikeluarkan untuk operasional Eaton Santa adalah tetap dan bahkan cenderung meningkat akibat kenaikan harga-harga pelaksanaan operasional dibanding jumlah pelanggan yang mendatangi Eaton Santa dan melakukan pembelian produk Eaton.
Dari hasil pengukuran, kinerja PT Vinistar Culinary pada perspektif ini dinilai tidak baik karena perusahaan tidak berhasil mencapai tujuan utama dari perspektif ini, yaitu meningkatkan pangsa pasar, meskipun berhasil meningkatkan pendapatan per pelanggan. Hal yang kontras ini menyebabkan perusahaan tidak dapat melakukan efisiensi atas biaya operasional per pelanggan sehingga bisa dikatakan pencerminan atas penurunan pangsa pasar dan peningkatan pendapatan per pelanggan tidak sepenuhnya menunjukkan bertambahnya tingkat kepuasan pelanggan Eaton.


4.     Perspektif Keuangan
Semua hasil pengukuran kinerja pada akhirnya berdampak pada kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran penjualan, PT Vinistar Culinary mengalami kenaikan sebesar 0,182%. Peningkatan penjualan dipengaruhi oleh keluarnya menu baru di tahun 2009 untuk Bakeri dan Restoran. Meskipun mengalami kenaikan terhadap penjualan, namun kenaikan tersebut tidaklah besar pengaruhnya untuk menaikan omzet penjualan PT Vinstar Culinary tahun 2009, ini  dipengaruhi oleh pesaing yang bermunculan di tahun 2008 dan tahun 2009 (sesuai dengan data di perspektif pelanggan).
Pada PT Vinistar Culinary, keadaan untuk perspektif keuangan dengan bertolak belakang terjadi, antara kenaikan penjualan di tahun 2009 ditambah dengan kenaikan beban operasi perusahaan justru menyebabkan kenaikan pada profit margin menjadi 3,878% untuk tahun 2009 naik 1,685% dibandingkan tahun 2008 sebesar 2,193%. Penggunaan aset pada PT Vinistar Culinary dinilai tidak efisien karena dengan penurunan sebesar 0,139% PT Vinistar Culinary tidak dapat meningkatkan penjualannya dengan optimal sehingga hanya terjadi kenaikan  penjualan sebesar 0,182%.  Kenaikan sedikit akan kinerja keuangan PT Vinistar Culinary juga diperlihatkan dari pengukuran ROE yang menaik sebesar 4,559%, hal ini menunjukkan penggunaan ekuitas PT Vinistar Culinary dalam menghasilkan laba setelah pajak tidak terlalu efektif.